Part of My Life : Anak Kedua Hadir Saat Aku Masih Meraba Jalan Menjadi Seorang Ibu
08 Februari 2021
Pagi itu terasa sangat berat bagiku. Ada bulir hangat merembes di sudut mataku. Dua garis merah itu terlihat samar di test pack yang kubeli kemarin malam. Ada sedikit rasa sesak. Teringat si kecil Bagas yang usianya belum genap satu tahun. Kelak perhatian ini akan terbagi dan emosiku pasti menjadi lebih tidak stabil. Ya, calon adiknya akan segera mengurangi porsi kasih sayangnya dan menggeser perhatiannya.
Ada rasa bersyukur, tapi pasti lebih banyak rasa sedihnya karena alasan-alasan yang kuanggap semuanya di luar kemampuanku. Tinggal sendirian jauh dari suami dan orang tua, mengasuh Bagas yang usianya belum genap satu tahun, belum lagi khawatir emesis berat seperti saat mengandung Bagas di trimester pertama dulu, mesti kuat memasak MPASI Bagas yang sudah mulai diajari menyapih, dan kekhawatiran-kekhawatiran lainnya. Tapi rasa syukur mesti kuhadirkan agar tidak ada kejadian-kejadian yang lebih memilukan dari kekhawatiranku. Bersyukur karena Allah begitu percaya bahwa aku punya fisik yang kuat dan kesabaran yang ekstra (walau sebenarnya aku lebih emosional), dan aku mesti bersyukur karena Allah memberiku kepercayaan kembali karena kuyakin Ia akan selalu membantuku, tidak akan diberikan ujian seberat mengandung Bagas dulu.
Iseng Test Pack
Mengecek kehamilan di pagi itu didasari karena beberapa hal. Pertama, aku memiliki jadwal haid yang teratur jadi akan sangat mudah mendeteksi adanya ketidaknormalan di dalam tubuh kalau haidku terlambat. Hari itu adalah hari ketujuhku pasca hari pertama haid. Artinya aku sudah telat satu minggu. Pasutri mana yang tidak curiga sekaligus khawatir dengan ketidakbiasaan itu. Kedua, hari itu juga aku rencananya akan suntik vaksin yang kedua karena vaksin pertama sudah dilakukan dua minggu sebelumnya. Karena saat itu ibu hamil belum diperbolehkan untuk suntik vaksin, maka dari itu aku sengaja mengecek pagi-pagi sesudah mandi. Setelah melapor ke tim vaksinator Rumah Sakit tempatku bekerja, vaksin keduaku mesti ditunda sampai waktunya vaksin diperbolehkan untuk ibu hamil. Setelah melapor itu, aku meminta izin dengan kepala ruanganku untuk pergi ke klinik dokter kandungan untuk memastikan garis dua merah itu.
Sesampainya di klinik, aku mendaftarkan diri dengan menyerahkan buku kontrol lamaku yang dulu kupakai untuk memeriksa Bagas saat ia masih di dalam kandungan. Tidak usah ditanya situasi di sana seperti apa. Selain ramai, di sana juga terdapat pemandangan para ibu hamil yang ditemani suaminya sedangkan aku sendirian memeriksa kandunganku karena title pejuang LDR ini masih enggan lepas. Semoga mereka tidak memikirkan hal-hal yang kurang mengenakkan karena aku datang sendirian.
Saat tiba giliran namaku dipanggil, aku langsung berbaring di tempat tidur yang disediakan. Di sampingku terdapat alat USG. Saat tampil di layar, belum ada tanda-tanda kehadiran si kecil.
"Belum ada nih, Ki. Masih penebalan rahim," kata dokter Novia.
Iya juga, sih. Toh pas ketahuan dua garis merah di test pack aku langsung cek ke dokter. Seharusnya menunggu kurang lebih dua minggu dulu untuk melihat kehadiran si utun atau sekedar melihat sudah ada kantungnya atau belum.
Trimester Pertama
Tibalah aku di trimester pertama. Berdasarkan pengalaman anak pertama, trimester ini adalah trimester terberat bagiku karena akan menjadi sangat sensitif terhadap bau dan alhasil akan mual dan muntah berat. Doaku tak pernah lelah kupanjatkan agar bisa melewati gejolak trimester pertama dengan sehat.
Seperti yang kuprasangkai di awal, Allah benar-benar Maha Penolong dengan meringankan kehamilanku yang kedua ini. Trimester pertama berhasil aku lewati dengan mual dan benci bau tertentu namun tidak disertai dengan muntah parah, badan tidak lesu, masih bisa beraktivitas seperti biasanya, memasak MPASI Bagaspun masih bisa dilakukan walau mesti jauh-jauh dari dapur saat menanak nasi-yang kemudian diolah menjadi bubur. Beberapa makanan dan minuman yang biasa kumakan sebelum hamil menjadi musuhku saat hamil anak kedua ini seperti ayam dan susu cokelat. Selain dari kedua makanan itu, bisa kulahap dengan senang hati.
Trimester Kedua
Setelah lulus dari trimester pertama, aku masuk ke trimester kedua. Trimester yang bagiku tidak ada drama yang berlebihannya. Walaupun berat badan terus bertambah, tapi tidak berpengaruh ke aktivitas sehari-hariku. Aku jadi lebih sehat dengan nafsu makan yang juga meningkat dan keinginan untuk makan ini itu. Tidurpun cukup karena selain perut belum terlalu besar, Bagas juga tidurnya sudah mengikuti pola tidur orang dewasa. Mulai tidur jam 10 malam dan bangun di waktu Subuh. Saat ia bangun itu, aku sudah selesai memasak untuk MPASInya, lauk untuk sarapanku dan makan siang pengasuh.
Di trimester inipun jenis kelamin adik sudah bisa diketahui. Saat kontrol kali ini ditemani suami karena kami kontrol di hari Sabtu saat ia libur kerja dan di saat libur kerja itulah ia akan berangkat ke Prabumulih, kotaku. Saat ditanya ke dokter Novia, jenis kelamin adik adalah perempuan. Senangnya bisa mendapatkan anak dengan jenis kelamin yang berbeda walau kehamilan ini sangat dekat. Mungkin ini juga merupakan salah satu hikmah yang mesti disyukuri dan diprasangkai dengan baik sejak awal.
Trimester Ketiga
Masuklah aku di trimester akhir. Trimester yang sebenarnya masih bisa merasakan makan dengan nikmatnya hanya saja aktivitas yang dilakukan tidak bisa sebanyak di awal-awal trimester karena mudah lelah, tidur jadi lebih banyak berkurang karena harus terbangun di malam hari untuk buang air kecil, dan posisi tidurpun mesti banyak miring kiri atau kanan karena kalau telentang susah bernafas.
Karena itu, Bagas terpaksa dititipkan di rumah Uti dan Ine di Sekayu sampai saat aku melahirkan. Demi kebaikannya dan kebaikanku, demi kesehatannya dan kesehatanku.
Kontrol kandungan di trimester ketiga inipun jadi lebih sering karena posisi letak adik di dalam kandungan yang berubah-ubah dan cukup berbahaya kalau ingin dilahirkan secara normal. Di usia kandungan 7 bulan, adik terlihat sungsang saat diperiksa di USG. Di usia kandungan ke 8 bulan, adik sudah tidak sungsang lagi tapi letak lintang. Aku disarankan oleh dokter Novia untuk sesering mungkin melakukan sujud hamil agar posisi adik berubah dan bisa melahirkan dengan proses normal pervaginam. Nanti di usia 38 minggu, aku mesti di USG ulang untuk melihat posisi adik. Kalau masih dengan posisi lintang, terpaksa diambil tindakan operasi Caesar karena usia kehamilan 38 minggu merupakan usia 'sudah siap lahir', organ-organ tubuh bayi sudah lengkap dan matang.
Bagi ibu-ibu hebat, mau melahirkan secara normal maupun caesar, kita akan tetap menjadi seorang ibu. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut orang lain tidak akan merubah dan menggantikan kodrat kita. Ibu tetaplah ibu.